Resensi Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir Karya Salim A Fillah

Redaksi PetiknetSabtu, 15 April 2023 | 19:36 WIB
Review Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir Karya Salim A Fillah
Review Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir Karya Salim A Fillah

Petik.net - Buku karya adalah sebuah karya sastra yang mengisahkan kehidupan di masa . Dalam buku ini, penulis memperkenalkan tokoh utama bernama Hafizh, seorang pemuda yang bercita-cita untuk menjadi prajurit , pasukan elit yang terkenal tangguh di era kejayaan Utsmaniyah.

Namun, nasib berkata lain ketika Hafizh dipilih sebagai pengawal putra mahkota, Mustafa. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Yuk, simak ini!

Pendahuluan

Buku “Sang Pangeran dan Terakhir” karya merupakan sebuah karya fiksi yang mengangkat kisah tentang pada abad ke-18. Buku ini mengambil setting pada masa pemerintahan Sultan Mustafa III yang terkenal sebagai periode kejayaan Dinasti Utsmaniyah.

Cerita dalam buku ini diawali dengan kisah seorang janissary bernama Hafizh yang diangkat menjadi pengawal Sultan. Namun, kisah ini kemudian berubah menjadi cerita tentang seorang pangeran dalam merebut takhta Utsmaniyah dan menghadapi berbagai yang terjadi di sekitarnya.

Dalam resensi ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai latar belakang Dinasti Utsmaniyah, pengenalan tokoh-tokoh penting dalam buku, gaya penulisan, tema, yang ingin disampaikan, serta ringkasan keseluruhan ulasan.

  • Latar Belakang Buku

“Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” adalah salah satu karya fiksi sejarah yang ditulis oleh penulis Indonesia, Salim A. Fillah. Buku ini bercerita tentang Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda di Jawa pada abad ke-19, serta kisah seorang janissary Turki bernama Cao Wan Jie yang menjadi pengikut Pangeran Diponegoro.

Sebelum menulis buku ini, Salim A. Fillah melakukan riset yang cukup panjang selama dua tahun. Ia melakukan perjalanan ke Turki untuk menelusuri sejarah janissary Utsmani, ke Belanda untuk meneliti berbagai catatan musuh Pangeran Diponegoro di Perpustakaan Universiteit Leiden, dan ke Jawa untuk mempelajari sejarah Pangeran Diponegoro dan perjuangannya melawan penjajahan Belanda.

Dalam buku ini, Salim A. Fillah juga menggabungkan beberapa unsur-unsur fiksi untuk mempercantik cerita, namun tetap mempertahankan latar sejarah yang akurat. Buku ini menjadi salah satu karya yang sukses dan mendapatkan banyak penggemar di kalangan pembaca Indonesia.

  • Tujuan Penulisan Review/Resensi

Tujuan penulisan “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A. Fillah adalah untuk memberikan gambaran umum tentang isi buku tersebut, mengevaluasi kualitas karya tersebut, serta memberikan rekomendasi bagi pembaca yang tertarik untuk membaca buku tersebut.

Resensi ini juga bertujuan untuk memberikan penilaian subjektif dari pembaca terhadap karya tersebut. Hal ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memilih bacaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka serta memberikan kontribusi pada pengembangan literasi di masyarakat.

Sinopsis

Ringkasan cerita dari awal hingga akhir

“Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A. Fillah merupakan yang mengisahkan perjuangan Pangeran Diponegoro dalam memimpin perlawanan rakyat Jawa melawan penjajah Belanda pada abad ke-19. Kisah ini diawali dari masa kecil Pangeran Diponegoro yang tumbuh dan dibesarkan di keraton Yogyakarta, hingga ia naik tahta sebagai raja.

Namun, kekuasaan Belanda atas wilayah Jawa semakin kuat dan mengancam kedaulatan raja-raja Jawa. Pangeran Diponegoro pun akhirnya memimpin perlawanan rakyat Jawa melawan penjajah Belanda. Selama perjuangannya, ia didukung oleh para janissary Turki Utsmaniyah, yang menjadi pasukan elit dalam pertempuran melawan Belanda.

Dalam perjalanan perjuangannya, Pangeran Diponegoro mengalami berbagai rintangan dan tantangan. Ia harus berhadapan dengan pengkhianatan dan intrik dari golongan bangsawan dan kerajaan Jawa sendiri, serta tekanan dan kekejaman dari penjajah Belanda. Namun, dengan kecerdasan, keberanian, dan strategi yang cerdas, Pangeran Diponegoro berhasil memimpin perjuangan rakyat Jawa dan mendapatkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat.

Melalui “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”, Salim A. Fillah membawa pembaca untuk mengenal sejarah perjuangan rakyat Jawa dalam melawan penjajah Belanda, serta memperkenalkan tokoh-tokoh penting seperti Pangeran Diponegoro dan para janissary Turki Utsmaniyah. Novel ini juga menghadirkan pesan-pesan penting tentang persatuan, keberanian, dan keadilan yang masih relevan hingga saat ini.

Karakter Utama

Karakter utama dalam buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” adalah Sultan Abdul Hamid II dan Hafiz, seorang janissary terakhir yang setia padanya. Sultan Abdul Hamid II merupakan sultan Utsmaniyah yang bertakhta pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia digambarkan sebagai seseorang yang sangat mencintai negaranya dan bangga dengan kekuatan dan kejayaan Dinasti Utsmaniyah.

Meskipun begitu, dia juga digambarkan sebagai seorang yang cemas dan curiga terhadap orang-orang di sekitarnya, terutama terhadap para pejabat tinggi dan anggota militer yang dianggapnya berpotensi menjadi ancaman bagi kekuasaannya. Selain itu, dia juga menunjukkan sifat-sifat religius yang kuat, terutama dalam menjaga nilai-nilai Islam dalam kebijakan pemerintahannya.

Hafiz, di sisi lain, adalah seorang janissary terakhir yang masih setia pada sultan dan Dinasti Utsmaniyah. Janissary sendiri adalah pasukan elit kerajaan Utsmaniyah yang terdiri dari orang-orang non-Muslim yang direkrut dari berbagai negara di seluruh wilayah kekuasaan Utsmaniyah.

Meskipun telah dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826, Hafiz masih mempertahankan identitas dan tradisi janissary. Dia digambarkan sebagai seseorang yang teguh pendirian, loyal, dan memiliki kesetiaan yang sangat kuat pada sultan dan Dinasti Utsmaniyah.

Kedua karakter ini saling terkait dalam cerita, karena Hafiz adalah seorang pengawal yang ditugaskan untuk menjaga keselamatan Sultan Abdul Hamid II. Melalui perjalanan dan pengalaman mereka bersama, kita melihat bagaimana hubungan mereka tumbuh dan berkembang dari hubungan penguasa dan pengawal menjadi hubungan yang lebih dalam dan personal.

Tokoh-tokoh Penting Dalam Buku

Dalam buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A Fillah, terdapat beberapa tokoh penting yang menjadi pemeran utama dalam cerita. Berikut adalah pengenalan singkat mengenai tokoh-tokoh penting tersebut:

  1. Murad IV: merupakan Sultan Utsmaniyah yang memerintah dari tahun 1623 hingga 1640. Ia dikenal sebagai sultan yang berwibawa dan tegas dalam menegakkan hukum dan memerangi korupsi di kerajaannya.
  2. Ahmed: seorang Janissary yang merupakan tokoh utama dalam cerita. Ia adalah anak buah dari Kaptan Pasha, dan bertugas sebagai penjaga istana Topkapi di Istanbul.
  3. Iskandar: sahabat dan rekan kerja Ahmed, juga seorang Janissary. Ia bersama-sama dengan Ahmed ditugaskan untuk menjaga keamanan Topkapi.
  4. Sari Gul: seorang dayang-dayang istana yang bekerja di istana Topkapi. Ia memiliki peran penting dalam cerita sebagai teman dekat Ahmed.
  5. Kaptan Pasha: merupakan panglima perang Utsmaniyah yang bertugas di medan perang. Ia juga ayah dari Ahmed.
  6. Murad Bakhsh: putra sulung Sultan Murad IV dan pewaris tahta kerajaan Utsmaniyah. Ia memiliki karakter yang sangat kompleks dan menjadi salah satu fokus cerita.
  7. Selim: pangeran Utsmaniyah yang menjadi rival Murad Bakhsh dalam merebut tahta kerajaan.
  8. Aisha: putri dari penguasa Maroko yang menjadi istri dari Murad IV. Meskipun tidak memiliki peran besar dalam cerita, ia merupakan tokoh yang cukup penting dalam menggambarkan kehidupan istana pada masa itu.

Review Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir

Konflik Utama: Antara Setia pada Panglima dan Kepentingan Pribadi

utama dalam buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” adalah konflik internal yang dialami oleh karakter utama, yakni Sang Pangeran Osman. Konflik tersebut terkait dengan keputusannya untuk memilih antara kesetiaannya kepada Dinasti Utsmaniyah dan rakyat Turki atau kesetiaannya kepada keluarganya sendiri.

Sang Pangeran Osman merasa terdorong untuk memberontak dan merebut takhta dari kakaknya yang menjadi Sultan, karena ia merasa bahwa sang kakak tidak mampu memimpin dengan baik dan menciptakan kondisi yang aman bagi rakyat Turki. Namun, sebagai seorang Janissary terakhir yang masih setia kepada Dinasti Utsmaniyah, Sang Pangeran Osman juga merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan negara dan kesetiaannya kepada dinasti yang telah membesarkannya.

Konflik ini semakin kompleks ketika Sang Pangeran Osman mengetahui bahwa ayahnya telah memiliki rahasia besar yang berkaitan dengan keluarga mereka, dan bahwa rahasia tersebut dapat mengubah nasib Dinasti Utsmaniyah secara drastis. Sang Pangeran Osman harus memilih antara mengungkapkan rahasia itu dan menghadapi kemungkinan konsekuensi buruk, atau menyimpan rahasia itu dan merelakan kesempatan untuk mengubah masa depan negara dan keluarganya.

Melalui konflik internal ini, buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” menggambarkan betapa sulitnya mengambil keputusan yang benar ketika terdapat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, termasuk kesetiaan, tanggung jawab, dan kepentingan pribadi.

Latar Belakang Sejarah Dinasti Utsmaniyah dalam Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir

Buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A. Fillah menampilkan latar belakang sejarah Dinasti Utsmaniyah yang berpengaruh pada kisah fiksi sejarah yang dibangun dalam buku tersebut. Dinasti Utsmaniyah adalah kekaisaran Islam terbesar dan terakhir yang berdiri selama 700 tahun di wilayah Balkan, Timur Tengah, dan Afrika Utara.

Buku ini memuat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Dinasti Utsmaniyah, seperti masa keemasan yang dipimpin oleh Sultan Suleiman yang Agung, serangkaian peperangan yang menegaskan kekuasaan Dinasti Utsmaniyah, hingga kejatuhan kekaisaran pada abad ke-20.

Dalam buku ini, penulis juga menyoroti peran janissary, pasukan elite yang merupakan inti dari kekuasaan Dinasti Utsmaniyah. Janissary terdiri dari orang-orang yang direkrut dari kelompok minoritas dan latar belakang sosial yang berbeda-beda, kemudian dilatih dan ditempatkan di posisi strategis di dalam kekaisaran. Pasukan ini dianggap sebagai kekuatan tak terkalahkan yang menjadi tulang punggung kekaisaran.

Namun, pada akhirnya, janissary juga terkena dampak dari perubahan zaman. Penulis menggambarkan bagaimana janissary yang pada awalnya dianggap sebagai pasukan elit, akhirnya menjadi sumber ketidakstabilan dalam kekaisaran karena otoritas yang mereka miliki yang sulit dikontrol oleh pihak kekaisaran. Ini akhirnya memicu pembubaran janissary oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826.

Dalam buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”, latar belakang sejarah Dinasti Utsmaniyah yang dipaparkan oleh penulis menjadi latar belakang yang kuat bagi kisah fiksi sejarah yang dibangun dalam buku ini.

Gaya Penulisan Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir Karya Salim A Fillah

Gaya penulisan dalam buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A Fillah dapat dikatakan cukup lugas dan mudah dipahami. Penulis menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana namun tetap mempertahankan keindahan sastra. Gaya bahasanya cenderung deskriptif, dengan banyak menggambarkan detail dan situasi dalam setiap adegan.

Selain itu, penulis juga menggunakan gaya narasi yang cukup kuat, sehingga membawa pembaca untuk merasakan emosi dan suasana yang dihadirkan dalam cerita. Selama membaca buku ini, pembaca dapat merasakan ketegangan, kecemasan, kebahagiaan, dan kesedihan yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita.

Namun, terkadang penulis juga terlihat terlalu tergesa-gesa dalam menggambarkan situasi atau peristiwa dalam cerita. Beberapa bagian cerita terasa terlalu cepat dan tidak mendalam dalam menguraikan detail cerita, sehingga terkesan hanya dianggap sebatas informasi saja. Selain itu, terdapat beberapa kesalahan tata bahasa atau ejaan yang mungkin dapat mengganggu kenyamanan membaca.

Meskipun demikian, secara keseluruhan, gaya penulisan dalam buku ini cukup baik dan mampu membawa pembaca terlibat dalam cerita yang disampaikan oleh penulis.

Tema Buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”

Tema yang terdapat dalam buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” adalah tentang keberanian, kehormatan, dan pengorbanan. Buku ini mengisahkan perjuangan Sultan Abdul Hamid II dan Janissary terakhir, Hasan, dalam menjaga kehormatan dan kemerdekaan Kesultanan Utsmaniyah dari kekuatan asing yang ingin menguasainya.

Melalui kisah-kisah dalam buku ini, Salim A Fillah ingin menyampaikan tentang pentingnya mempertahankan kehormatan dan kemerdekaan sebuah bangsa dan negara. Bahwa sebuah bangsa dan negara tidak boleh menyerah pada tekanan dan kekuatan asing yang ingin menguasainya, melainkan harus memiliki keberanian dan pengorbanan untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Selain itu, buku ini juga mengajarkan tentang pentingnya solidaritas dan persatuan antarbangsa dalam menjaga perdamaian dunia. Bahwa perpecahan dan konflik hanya akan mengakibatkan kerusakan dan penderitaan bagi banyak orang, sehingga harus ditegakkan nilai-nilai persatuan dan perdamaian sebagai dasar kehidupan bermasyarakat yang baik.

Pesan Moral yang Menginspirasi dalam Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir

Pesan moral yang dapat diambil dari buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” adalah tentang pentingnya kesetiaan dan kejujuran. Kita dapat melihat bagaimana setiap karakter dalam cerita memiliki nilai kesetiaan yang tinggi, terutama terhadap keluarga dan agama. Sang pangeran, Mahmud, meskipun ia memiliki ambisi untuk merebut tahta dari pamannya, tetap mempertahankan kesetiaannya kepada agama dan keluarga.

Selain itu, buku ini juga menunjukkan pentingnya memahami dan menghormati perbedaan budaya dan agama. Hal ini terlihat dari hubungan yang baik antara Mahmud dengan Dara, seorang Kristen Armenia yang ia bebaskan dari tawanan. Meskipun keduanya memiliki perbedaan agama dan budaya, mereka tetap saling menghormati dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.

Pesan moral lainnya yang dapat diambil dari buku ini adalah tentang pentingnya memiliki keberanian untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Seperti yang terlihat dari karakter-karakter yang memerangi kejahatan dan korupsi dalam pemerintahan, seperti Sang Janissary Terakhir dan Sultan Osman II.

Dalam keseluruhan, buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” memberikan pesan moral yang kuat tentang nilai kesetiaan, kejujuran, penghormatan terhadap perbedaan budaya dan agama, dan keberanian untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

PESAN DAKWAH

Sejak awal kisah, pesan dakwah yang diharapkan penulis menjadi inti cerita sudah terasa kuat. Pesan itu tergambar dalam dialog antara guru dan muridnya tentang sabda Nabi bahwa pembawa kejayaan akhir zaman akan datang dari Timur. Ketika murid bertanya di mana Timur itu, sang guru menjawab, “Sungguh aku berharap agar yang dimaksud oleh Rasulullah itu adalah kalian, wahai bangsa Muslim Nusantara. Hari ini, tugas besar kalian adalah menggenapi syarat-syaratnya agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam. Hidupkanlah jihad. Tegakkan syari'at. Satukanlah ummat.” (hal. 18)

Pesan yang membangkitkan semangat dakwah ini dibaca oleh Sang Pangeran di tengah penyerangan Puri Tegalrejo, Barat Laut Yogyakarta pada 20 Juli 1825 oleh ratusan Hussar Kavaleri Belanda. Beruntungnya, Pangeran Diponegoro yang menjadi target utama serangan berhasil melarikan diri dan membangun markas pertahanan di Selarong. Inilah awal mula Perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun dan menimbulkan kerugian besar bagi pihak Belanda.

Kesimpulan

“Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A Fillah merupakan sebuah fiksi yang mengambil latar belakang Dinasti Utsmaniyah pada abad ke-19. Novel ini mengikuti perjalanan seorang pangeran muda bernama Mahmud yang mencari kebenaran dan keadilan di tengah-tengah korupsi dan intrik politik yang melanda kekaisaran Utsmaniyah.

Dalam novel ini, terdapat beberapa tokoh penting seperti Mahmud sebagai karakter utama, Osman sebagai ayah Mahmud dan juga Sultan Utsmaniyah, serta beberapa karakter pendukung lainnya. Konflik utama dalam novel ini adalah konflik antara kebenaran dan kekuasaan, di mana Mahmud berjuang untuk mempertahankan nilai-nilai kebenaran dan keadilan di tengah-tengah kekuasaan yang korup.

Gaya penulisan dalam novel ini cukup lugas dan mudah dipahami, namun juga mengandung nuansa sejarah dan budaya Utsmaniyah yang kental. Tema utama dalam novel ini adalah mengenai kebenaran, keadilan, dan pengorbanan untuk negara dan bangsa. Pesan moral yang ingin disampaikan dalam novel ini adalah tentang pentingnya mempertahankan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam menghadapi kekuasaan yang korup.

Secara keseluruhan, “Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” merupakan novel yang menarik dan penuh dengan inspirasi bagi pembacanya. Novel ini juga memberikan gambaran yang jelas mengenai sejarah dan budaya Utsmaniyah pada abad ke-19, serta menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam mempertahankan keutuhan sebuah negara dan bangsa.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir Karya Salim A Fillah

Sebelum memberikan pandangan subjektif terhadap buku ini, saya ingin mengucapkan apresiasi kepada penulis yang telah melakukan riset panjang selama dua tahun dengan menemui keturunan Pangeran, menjejak kaki di tanah Istanbul untuk menelusuri janissary Turki Utsmani, hingga mendarat di Belanda dan meneliti berbagai catatan musuh Pangeran di Perpustakaan Universiteit Leiden, demi menghasilkan karya tulis ini.

Seperti buku-buku lainnya, Salim A. Fillah adalah seorang penulis yang gemar meletakkan rima pada setiap paragraf deskripsinya. Gaya bahasanya khas, kata-katanya mengalir, dan tidak membosankan. Penggambaran latar waktu, tempat, dan budaya pun dibuat sedetail mungkin sehingga pembaca tidak perlu repot membayangkan situasi yang sedang dibahas. Pembaca bisa langsung dibawa hidup ke dalam cerita.

Detail deskripsi ini pula yang membuat pembaca bisa merasakan empati terhadap tokoh-tokohnya. Saya sendiri pernah terbawa suasana ketika membaca pesan dakwah Alemdar untuk Nusantara. Lalu tersenyum-senyum sendiri pada kisah cinta Siti Fatmawati dengan dua janissary. Lalu terpingkal-pingkal karena kejenakaan dua abdi Pangeran yang banyumasan dan suka bertengkar. Lalu merasa geregetan dengan Belanda dan segala bentuk pengkhianatan. Lalu merasa emosi pada Patih Danurejo yang merendahkan perempuan. Dan di lain waktu, saya merasa kagum atas hebatnya kesabaran yang dimiliki Pangeran.

Alurnya yang acak mungkin merupakan tantangan tersendiri. Ini memang merupakan fiksi sejarah yang lazimnya membosankan. Tapi Salim A. Fillah sengaja menyimpan kejutan yang di setiap tempat terus bermunculan. Ada banyak plot yang tidak bisa dilewatkan. Apalagi twist di akhir dari Cao Wan Jie yang tidak bisa diprediksi. Pembaca akan terus merasa penasaran.

Hal terpenting, ada banyak pesan yang tersirat dan tersurat. Terutama tentang dakwah dan persatuan umat. Golongan priyayi/ bangsawan dan kyai/ santri yang tidak pernah erat, bagaimana Diponegoro bisa menjadikan mereka semua berbaris rapat. Di sini ada banyak fiqih dakwah yang bisa dipelajari. “Dakwah itu menyentuh hati dan merengkuh jiwa.” (hal. 516) Lalu di tengah diskusi ulama besar Nusantara di Masjidil Haram tentang ajaran Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab tersebutlah hikmah,

“Pemahaman di tingkat gurunya serupa saja. Tapi para murid suka menajam-najamkan perbedaan tipis, membesar-besarkan selisih yang kecil, ditambahi dengan kesombongan mereka yang jauh dari ketawadhuan gurunya dan kekasaran mereka yang jauh dari kelembutan Syaikhnya.” (hal. 161)

Selain itu, alur cerita yang agak acak juga bisa menjadi tantangan bagi sebagian pembaca. Meskipun ini adalah fiksi sejarah yang biasanya dianggap membosankan, Salim A. Fillah berhasil membuat cerita yang menarik dan penuh kejutan. Ada banyak plot yang tidak bisa dilewatkan, dan twist di akhir cerita Cao Wan Jie yang tidak bisa diprediksi membuat pembaca terus dikejar rasa penasaran.

Tak hanya itu, buku ini juga sarat dengan pesan-pesan yang tersirat dan tersurat, terutama tentang dakwah dan persatuan umat. Pembaca akan melihat bagaimana Diponegoro mampu menjadikan golongan priyayi/bangsawan dan kyai/santri yang sebelumnya tak pernah erat menjadi satu dalam perjuangannya. Ada banyak fiqih dakwah yang bisa dipetik dari buku ini, seperti ungkapan “Dakwah itu menyentuh hati dan merengkuh jiwa” (hal. 516).

Selain itu, melalui buku ini pembaca juga akan mendapat pengetahuan tentang sejarah Turki, sejarah kerajaan Islam di Jawa, sejarah aneksasi Belanda ke Indonesia, filosofi keris, filosofi ayam ingkung, strategi perang dengan tombak, filosofi desain masjid Agung Yogyakarta dan alun-alunnya, filosofi motif batik keluarga keraton, dan masih banyak lagi.

Tentu saja, ada juga kesulitan dalam membaca fiksi sejarah seperti banyaknya nama tokoh, tanggal, nama tempat, kejadian, dan kutipan istilah yang mungkin sulit diingat dan diikuti. Selain itu, beberapa pilihan kalimat langsung dan dialog romansa yang terlalu khas gaya penulisan Salim A. Fillah juga bisa kurang sesuai dengan latar sejarah. Ada juga koreksi kecil terkait salah penyebutan nama di halaman 399 (seharusnya Basah Katib, bukan Basah Nurkandam).

Apakah Buku Sang Pangeran dan Janissary Terakhir Karya Salim A Fillah layak untuk dibaca?

Berdasarkan ulasan yang telah disampaikan, buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A Fillah layak untuk dibaca terutama bagi pembaca yang menyukai genre sejarah dan petualangan. Buku ini menawarkan pengalaman membaca yang menarik dan penuh dengan aksi yang menegangkan, ditambah lagi dengan penjelasan sejarah yang cukup detail mengenai Dinasti Utsmaniyah.

Selain itu, buku ini juga memiliki pesan moral yang baik dan menginspirasi, terutama mengenai pentingnya mempertahankan kepercayaan dan nilai-nilai dalam hidup. Namun, pembaca juga harus memperhatikan beberapa kekurangan buku ini seperti penggunaan bahasa yang kadang-kadang terkesan formal dan beberapa adegan yang mungkin terlalu kejam atau keras bagi beberapa pembaca.

Secara keseluruhan, buku ini merupakan karya yang bagus dan direkomendasikan bagi mereka yang mencari buku dengan kisah yang menarik dan memiliki nilai moral yang kuat.

Referensi

Berikut adalah referensi yang digunakan dalam penulisan resensi buku “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” karya Salim A Fillah:

  1. Fillah, Salim A. (2018). Sang Pangeran dan Janissary Terakhir. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  2. History.com Editors. (2009, November 09). Ottoman Empire. History. https://www.history.com/topics/middle-east/ottoman-empire
  3. Britannica, T. Editors of Encyclopaedia. (2020, August 24). Janissary. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/topic/Janissary
  4. Osmanlı Sarayı Müzesi. (n.d.). Osmanlı Sarayı Müzesi – Topkapı Sarayı Müzesi. http://topkapisarayi.gov.tr/en
  5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Kurikulum 2013 – Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  6. Hasyim, M. (2018). “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” Bawa Pembaca ke Era Kejayaan Utsmaniyah. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181224170002-220-355605/sang-pangeran-dan-janissary-terakhir-bawa-pembaca-ke-era-kejayaan-utsmaniyah