Sudah Tak Perawan, Bolehkah Disembunyikan dari Calon Suami?

Redaksi PetiknetSenin, 30 Januari 2023 | 21:00 WIB
Sudah Tak Perawan, Bolehkah Disembunyikan dari Calon Suami
Sudah Tak Perawan, Bolehkah Disembunyikan dari Calon Suami

Petik.net - Petik.net, Sukoharjo – Karena berbagai alasan, seorang gadis bisa kehilangan keperawanannya sebelum menikah. Tentu saja, sebagian besar adalah di luar nikah.

Namun, ada juga beberapa kasus tertentu di mana selaput dara seorang gadis robek. Misalnya insiden kecelakaan, olah raga, dan sebagainya.

Untuk kasus pertama, banyak kasus seorang gadis kehilangan keperawanannya karena berhubungan badan dengan pacarnya. Sayangnya, setelah kehilangan keperawanannya, pria tersebut tidak menikahinya.

Seorang wanita yang sudah tidak lagi karena telah bersetubuh dengan laki-laki di luar nikah tidak perlu menyampaikan aibnya kepada laki-laki yang akan menikahinya (). Jadi wanita tidak perlu menceritakan kondisi sebenarnya kepada calon suaminya.

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) KH Mahbub Maaf dalam bukunya “Tanya Jawab Fiqh Sehari-hari” menulis, aib memang sesuatu yang memalukan dan harus ditutup-tutupi. Dalam Nabi SAW yang sering kita dengar adalah, barang siapa menutupi aib saudara sesama muslim, maka Allah akan menutupi aibnya nanti di hari kiamat.

Tapi bagaimana dengan aibnya sendiri, seperti kepolosan seorang wanita yang disebabkan oleh persetubuhan dengan kekasihnya, kemudian putus dengannya dan kemudian ada laki-laki yang mencintai wanita tersebut dan siap untuk menikahinya.

Sebagai manusia normal, gadis itu akan segera menikah. Lalu, haruskah dia jujur pada calon suaminya bahwa dia sudah tidak atau malah menutupinya?

Singkatnya, pertanyaannya adalah apakah seorang wanita yang tidak perawan tetapi tidak hamil ketika akan menikah harus mengatakan yang sebenarnya kepada calon suaminya, atau haruskah dia menutupi aib ini?

Hukum Menutup Aib Sendiri

Manajemen Bahtsul Masail menjelaskan bahwa aib adalah sesuatu yang memalukan dan harus ditutup-tutupi. Dalam Nabi yang sering kita dengar, barang siapa menutupi aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.

Tapi bagaimana dengan rasa malunya sendiri, seperti seorang wanita yang disebabkan berhubungan dengan kekasihnya, lalu putus dengannya. Lalu, ada pria lain yang mencintai wanita itu dan siap menikahinya. Haruskah wanita itu menceritakan aibnya atau tidak.

Dalam kitab I'anah ath Talibin terdapat keterangan yang menyatakan bahwa disunnahkan bagi orang yang berzina dan orang yang maksiat untuk menutupi perbuatannya. Alasan yang dikemukakan adalah adanya hadits yang menyatakan bahwa barang siapa yang melakukan perbuatan keji hendaknya menutupinya dengan penutup Allah SWT.

وَاعْلَمْ أَنَّهُ يُسَنُّ لِلزَّانِي وَلِكُلِّ مَنِ ارْتَكَبَ مَعْصِيِّةً أَنْ يَسْتُرَ عَلَى نَفْسِهِ لِخَبَرِ مَنْ أَتَى مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللهِ تَعَالَى

“Ketahuilah bahwa zina adalah sunnah dan setiap orang yang melakukan kemaksiatan harus menutupi dirinya karena ada sebuah hadits yang menyatakan, ‘Barangsiapa melakukan kekejian, dia harus menutupinya dengan penutup Allah. (Abu Bakar Ibn as-Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I ‘anah ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 4, hal.147)

Bahkan menurut penulis kitab at-Tamhid, yaitu Ibnu Abd al-Barr, salah seorang ulama terkenal dari mazhab Maliki menyatakan bahwa ketika seorang muslim melakukan kekejian (fahisyah) maka wajib baginya untuk menutupi dirinya sendiri, juga untuk menutupi orang lain.

Pandangan Wajib Menutupi Aib

Dalam pandangan Ibnu Abd al-Barr, perintah menutupi perbuatan keji dipahami sebagai perintah wajib, bukan sunnah, sebagaimana pandangan penulis buku I'anah ath-Thalibin. Hal ini dikemukakan oleh Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-Abdari, penulis kitab at-Taj wa al-Iklil li Mukhtashar Khalil.

قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصَابَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ قَالَ فِي التَّمْهِيدِ : فِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ السِّتْرَ وَاجِبٌ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ إذَا أَتَى فَاحِشَةً ، وَوَاجِبُ ذَلِكَ أَيْضًا فِي غَيْرِهِ

“Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa melakukan sesuatu seperti kekejian, maka dia harus menutupinya dengan penutup Allah. Dalam buku at-Tamhid, Ibn Abd al-Barr mengatakan, bahwa dalam hadits ini terdapat petunjuk yang menunjukkan bahwa ketika seorang Muslim melakukan perbuatan keji maka wajib baginya untuk menutupinya, begitu pula menutupi orang lain” (Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-Abdari, at-Taj wa al-Iklil li Mukhtashar Khalil, Bairut-Dar al- Fikr, 1398 H, juz, 6, hal.166 ).

Merujuk pada penjelasan di atas, seharusnya seorang wanita tidak menceritakan aibnya sendiri kepada calon suaminya. Padahal, menurut Ibn Abd al-Barr, wajib menutupinya.

Semoga bisa menjadi solusi yang baik untuk masalah yang sedang dihadapi. Setiap orang punya masa lalu. Berusaha semaksimal mungkin menutupi aib kita dan orang lain, segera bertaubat, dan perbanyak ampunan.