Namun, tidak seperti hubungan Dilan dengan Milea yang terbilang cukup mulus, hubungan Dilan dan Ancika justru dihadapkan pada berbagai rintangan dan konflik. Pertama, perbedaan usia dan status antara Dilan yang sedang kuliah di ITB dan Ancika yang masih seorang siswi SMA membuat hubungan mereka dianggap tidak pantas oleh orang lain.
Selain itu, ada juga masalah keluarga yang menghadang hubungan Dilan dan Ancika. Keluarga Ancika yang kurang mampu tidak merestui hubungan mereka dan bahkan berusaha memisahkan keduanya. Dilan juga harus menghadapi konflik dengan teman-temannya di kampus yang tidak setuju dengan hubungannya dengan Ancika.
Namun, Ancika sebagai tokoh utama dalam cerita ini terus menunjukkan ketegaran dan keberaniannya dalam menghadapi semua rintangan tersebut. Dia tidak pernah menyerah dalam mempertahankan hubungannya dengan Dilan, meskipun harus berjuang keras untuk itu.
Pada akhirnya, setelah melewati berbagai rintangan dan konflik, Dilan dan Ancika akhirnya bisa bersama dan membangun hubungan yang kuat dan bahagia. Plot cerita yang menarik ini berhasil menghadirkan drama yang menghibur dan inspiratif bagi para pembaca.
Gaya Penulisan
Novel “Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun 1995” memiliki gaya penulisan yang cukup unik dan menarik. Penulis, Pidi Baiq, menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, namun mampu menampilkan gambaran yang jelas dan detail mengenai setiap adegan dalam cerita.
Pidi Baiq juga menggunakan gaya bahasa yang khas dan sesuai dengan karakteristik masing-masing tokoh dalam novel. Misalnya, ketika Dilan berbicara, ia menggunakan bahasa yang santai dan kasual, sementara saat Ancika bercerita, ia menggunakan bahasa yang lebih formal dan terkesan lebih bijak.
Selain itu, Pidi Baiq juga sering menggunakan kalimat-kalimat yang mengandung makna mendalam, yang dapat membuat pembaca merenung dan terinspirasi. Gaya penulisannya yang khas dan menyentuh hati inilah yang membuat novel “Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun 1995” sangat menarik untuk dibaca dan diresapi.